ANALISIS KRITIS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
DI INDONESIA (kasus PT. GREAT RIVER INTERNATIONAL Tbk)
NAMA KELOMPOK:
DIAN SETYANINGRUM
RIYANTO
SHELLA VIDA APRILIANTY
SUHARIANA HABIBAH
TALENTIA KRISTI
KELAS:
4EB13
PENDAHULUAN
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat
memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya, termasuk jasa
akuntan.Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas akuntan publik akan menjadi
lebih baik, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Aturan Etika Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang dikeluarkan oleh
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik di Indonesia.
SPAP adalah acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang
wajib dipatuhi oleh akuntan publik dalam pemberian jasanya. Kode Etik Ikatan
Akuntansi Indonesia terdiri dari 3 bagian, yaitu: pertama Prinsip Etika di mana
prinsip ini memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. Kedua Aturan Etika, disahkan
oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang Analisis
Kritis Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik di Indonesia (Amrizal) 37
bersangkutan. Ketiga Interprestasi Aturan Etika, merupakan interprestasi yang
dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
Menurut Machfoedz (1997), seorang akuntan dikatakan
profesional apabila memenuhi tiga syarat, yaitu berkeahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukkan kepribadianseorang profesional, yang
diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan
etis akuntan akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa
profesionalnya.
Adams,
et al dalam Ludigdo (2007) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa kode etik
perlu untuk dibuat antara lain:
- Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berlaku secara etis.
- Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
- Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
Sejumlah kasus manipulasi laporan keuangan yang melanggar
kode etik profesi akuntan selama 15 tahun terakhir yang dikompilasi dari
berbagai sumber.Membaca uraian itu, terjadi pelanggaran etika profesi dan
secara bersamaan telah melanggar etika bisnis. Ada lima prinsip etika bisnis
menurut Keraf (1998), diantaranya adalah: prinsip otonomi, prinsip kejujuran,
prinsip tidak berbuat jahat dan berbuat baik, prinsip keadilan, dan prinsip
hormat pada diri sendiri.
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom
mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut
keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia
bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat.
Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian
atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam
perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis
melakukan penipuan.
Prinsip tidak berbuat jahat dan berbuat baik mengarahkan agar
kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan
apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain atau mitra bisnis.
Prinsip keadilan menuntut agar kita memberikan apa yang
menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama
nilainya. Sementara prinsip hormat pada diri sendiri mengarahkan agar kita
memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan
memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Dengan demikian, pelanggaran terhadap kode etik profesi oleh
KAP akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan
publik. Padahal hasil audit dari Akuntan publik merupakan referensi yang sangat
berharga bagi para para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam mengambil
keputusan ekonomi. UU. No. 5/2011 tentang Akuntan Publik menyatakan bahwa jasa
akuntan publik merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam era globalisasi yang memiliki peran
penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta
meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan.
Terjadinya kasus-kasus penyimpangan kode etik tersebut
menunjukkan bahwa menegakkan kode etik akuntan publik tidaklah mudah. Arens dan
Loebbecke (2000) menyatakan, persoalannya terletak pada dilema etis adalah
situasi yang dihadapi seseorang sehingga keputusan mengenai perilaku yang layak
harus dibuat.
Profesi akuntan publik sering dihadapkan pada dilema etis
dari setiap jasa yang ditawarkan. Situasi konflik dapat terjadi ketika seorang
akuntan publik harus membuat profesional judgement dengan mempertimbangkan
sudut pandang moral. Situasi konflik atau dilema etis merupakan tantangan bagi
profesi akuntan publik. Untuk itu mutlak diperlukan kesadaran etis yang tinggi,
yang menunjang sikap dan perilaku etis akuntan publik dalam menghadapi situasi
konflik tersebut. Terdapat banyak faktor (baik faktor eksternal maupun
internal) yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis Akuntan Publik.
Di samping masalah mikro-individual itu, profesi akuntan juga
dihadapkan pada masalah paradigma audit yang antara lain:
- Setiap negara masih mempunyai prinsip dan standar akuntansi dan standar audit sendiri-sendiri, yang terkadang berbeda dengan negara lainnya.
- Profesi akutansi di dunia belum sepenuhnya serius dalam mengembangkan standar perilaku etis profesi akuntansi.
Dengan demikian, perbedaan sistem dan prinsip akutansi serta
audit sangat menyulitkan perusahaan-perusahaan multinational. Perusahaan yang
telah beroperasi melampaui batas-batas wilayah negaranya untuk menyusun laporan
keuangan gabungan atau Analisis Kritis Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan
Publik di Indonesia (Amrizal) 39 keuangan konsolidasi sebagai satu kesatuan
entitas. Jika suatu entitas perusahaan ingin go public di suatu negara, maka
setiap pengatur (regulator) di negara tersebut mengharuskan perusahaan untuk
menyusun laporan keuangan berdasarkan prinsip akutansi yang berlaku di negara
pengatur tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Etika
Etika
berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat
Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara
hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke
generasi yg lain.
Di dalam
akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
- Profesionalisme, Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
- Akuntan ,sebagai profesional di bidang akuntansi.
- Kualitas Jasa, Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
- Kepercayaan, Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
terdiri dari tiga bagian:
- Prinsip Etika,
- Aturan Etika, dan
- Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip
Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Prinsip Etika Profesi Akuntan
1.
Prinsip
Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya
sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.
Prinsip
Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.
Prinsip
Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
4.
Prinsip
Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
5.
Prinsip
Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi
kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.
Prinsip
Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya
7.
Prinsip
Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi
8.
Prinsip
Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini pertama menganalisis bentuk–bentuk
pelanggran yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik. Kedua mengkaji dampak
pelanggaran kode etik tersebut dan ketiga aspek pelanggran dan jumlah Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang melakukan pelangaran.
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan yaitu studi literatur. Data
dikumpulkan dari beberapa sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh KAP, seperti majalah, koran, jurnal, dan sumber sekunder
lainnya. Selain itu, data juga dikumpulkan dari kementerian Keuangan RI dan
lembaga profesi seperti Ikatan Akuntan Indonesia.
Teknik analisis menggunakan kerangka “analisis kritis”. Yang
dimaksud dengan analitis-kritis adalah metode dengan mengkaji fenomena yang
terjadi disertai dengan argumentasi teoritik. Dalam kerangka itu, pendekatan
penulisan artikel ini menggunakan pendekatan keterpaduan (integrality).
Pendekatan keterpaduan menekankan pada pentingnya keterkaitan (linkages)
teoritik dengan fakta dan fenomena sebagai basis analisis. Pendekatan
keterpaduan ini juga merupakan sudut pandang (perspektif) penulis atas
persoalan inti yang dibahas dalam artikel ini.
PEMBAHASAN
BAPEPAM menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan pada Great River. Tidak menutup kemungkinan, Akuntan Publik
yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah
membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua
tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan
pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan
Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International
Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa
atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk
audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi
Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang
bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta
wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL).
Seperti diketahui, sejak
Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan
keuangan Great River tahun buku 2003. Menurut Fuad Rahmany, Ketua
Bapepam-LK menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam
penyajian laporan keuangan Great River. Fuad juga menjelaskan tugas akuntan
adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan,
menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya.
“Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu,” katanya untuk
menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik
Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam
mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director
Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great
River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan
atau penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan
akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada.
Menurut Justinus, Great River
banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan
baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos
operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri,
nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori,
ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model pencatatan
seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan.
Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan.
Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan
nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi
secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai
menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan
membayar utang US$ 150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River
mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar
menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River
menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian
laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember
2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto,
Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River.
Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar
utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi
senilai Rp 400 miliar
Hasil
temuan:
Melakukan
pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan
Konsolidasi,dimana dalam standar teknis setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan,sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati.
Analisis
Dalam
kasus ini terdapat permasalahan yang dilanggar oleh Justinus Aditya Sidharta
diantaranya :
- Prinsip Tanggung Jawab Profesi : Pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT Great River International Tbk tahun 2003.
- Prinsip Kepentingan Publik : Justinus A Sidharta telah melakukan kebohongan publik yang tidak menyampaikan atau melaporkan kondisi keuangan secara jujur. Dibuktikan telah ditemukannya indikasi konspirasi penyajian laporan keuangan PT Great River International
- Prinsip Integritas : Selama mengaudit buku Great River pihak Deputy Managing Director Johan Malonda, Junstinus A. Sidharta mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada.
- Prinsip objektivitas : Adanya dugaan overstatement penjualan dikarenakan menggunakan metode pencatatan akuntansi yang berbeda.
Solusi
Sebagai akuntan publik yang baik
Justinus Aditya Sidharta seharusnya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
tidak melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan dalam mengaudit
laporan keuangan PT Great River International Tbk. harus sama menggunakan
metode pencatatan akuntansi dengan ketetuan yang ada dan tidak berbeda.
Walaupun pencatatan tersebut dapat menimbulkan dumping dan sanksi perpajakan
setidaknya laporaan audit yang dibuat disampaikan secara jujur dan tidak ada
indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan. Jadi, tidak akan
menimbulkan adanya dugaan overstatement penjualan dan juga tidak merugikan
pihak- pihak yang bersangkutan.
KESIMPULAN
Kasus yang dilakukan oleh PT Great River International telah
melanggar prinsip-prinsip etika yang digariskan dalam kode etik akuntansi,
yaitu prinsip tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,
objektivitas. Karena melakukan kebohongan publik yang tidak melaporkan kondisi
keuangan secara jujur. Selain itu terdapat dugaan
overstatement penjualan dikarenakan menggunakan metode pencatatan akuntansi
yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/Ani/Downloads/5-AMRIZAL_VOL3-1.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar