Rabu, 21 Mei 2014

Perlindungan Konsumen

2.2       Perlindungan Konsumsen
            2.2.1    Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk lain dan tidak untuk diperdagangkan.(Pasal 1 UU Nomor 8 tahun 1999).
Konsumen ada dua macam yaitu konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga berbentuk badan hukum maupun badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

            2.2.2    Dasar Hukum Konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:
1)  Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
2)  Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.

2.2.3    Azas  dan Tujuan
A.    Azas Perlindungan Konsumen
1.      Azas Manfaat
Azas Manfaat mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.      Azas Keadilan
Azas Keadilan partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.      Azas Keseimbangan
Azas Keseimbangan memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4.      Azas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Azas Keamanan dan Keselamatan Konsumen memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.      Azas Kepastian Hukum.
Azas Kepastian Hukum baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

B.    Tujuan
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
        1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri 
        2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa  
        3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen 
        4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi  
        5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha 
        6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
2.2.4    Hak dan Kewajiban Konsumen
A.    Hak-Hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah:
        1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa 
        2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 
        3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa 
        4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan 
        5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut 
        6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen 
        7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 
        8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
        9. Hak-Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
B.     Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah:
        1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan 
        2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;  
        3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
        4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut 
2.2.5    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
A.    Hak-Hak Pelaku Usaha
  1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
B.     Kewajiban Pelaku Usaha
  1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
2.2.6    Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
      1. Larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan. Misal : tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
      2. Larangan dalam menawarkan/mempromosikan/mengiklankan. Misal : barang tersebut dalam keadaan baik dan atau baru
      3. Larangan dalam penjualan secara obral/lelang. Misal : menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
      4. Larangan dalam periklanan. Misal : mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
            2.2.7    Klausa Baku dalam Perjanjian
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kwitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan konsumen.
Dengan pencantuman Klausula Baku posisi konsumen sangat lemah / tidak seimbang dalam menghadapi pelaku usaha.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan sebagai berikut :
  1. Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen;
  2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
  7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
  8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
Contoh Klausa Baku
      1. Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa “ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka. 
      2. Kwitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan : 
        • "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan". 
        • "Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan"
2.2.8    Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Didalam UU No.8 Tahun 1999 diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 28. Dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.

2.2.9    Sanksi
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
1.   Sanksi Perdata
a)      Ganti Rugi dalam bentuk :
·       Pengembalian uang
·       Penggantian barang
·       Perawatan Kesehatan
·       Pemberian Santunan
b)      Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
2.   Sanksi Administrasi : Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
3.   Sanksi Pidana :
a)    Kurungan :
·     Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
·     Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
b)  Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
c)     Hukuman tambahan , antara lain :
·      Pengumuman keputusan Hakim
·      Pencabutan izin usaha
·      Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
·      Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
·      Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.

Contoh Kasus 1:
Meski memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa antara konsumen dengan penyedia jasa atau barang, BPSK mengambil putusan secara proporsional dengan berdasarkan pada UUPK. Contoh, ada konsumen yang mengadukan produk roti kepada BPSK. Konsumen tersebut menuntut ganti rugi hingga Rp 250 juta. Saat perkara itu disidangkan oleh Majelis Hakim BPSK, pengusaha roti hanya dijatuhi putusan mengganti rugi roti yang telah dibeli konsumen seharga Rp 5.000,00.
Anggota BPSK yang menangani kasus roti tersebut, konsumen membeli roti yang diobral karena akan kedaluwarsa keesokan harinya. Memang saat itu pihak penjual memajang roti dengan harga agak tinggi untuk yang masih panjang masa konsumsinya dan harga obral untuk roti yang kedaluwarsa.        
Pihak penjual berupaya melakukan jalan damai dengan sang konsumen dengan memberikan ganti rugi dan sebentuk bingkisan, namun pihak konsumen menolak langkah itu dan memilih menggugat produsen roti termasuk mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 250 juta.          
Setelah persoalan itu ditangani BPSK,  putusannya adalah mengganti roti yang telah dibeli konsumen dengan roti sejenis yang masa kedaluwarsanya masih panjang .
Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK (SK No. 350/MPP/Kep/12/2000 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pasal 6). Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, berupa pemenuhan ganti rugi dan atau sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (Pasal 40)

Contoh Kasus 2:
Tujuh Pengembang di Padang Rugikan Konsumen   
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang, Sumatera Barat, menerima laporan tentang tujuh perusahaan pengembang yang merugikan konsumen selama 2011. "Selama 2011 kami sudah banyak pengaduan tentang pengembang dari konsumen perumahan, mulai dari masalah sertifikat ganda, pengingkaran janji, hingga tidak siapnya bangunan yang telah dibayar oleh konsumen," kata Kepala Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Padang Alibasar di Padang, Rabu.
Ia menambahkan, dari tujuh kasus tersebut, semuanya belum selesai karena BPSK memberikan jangka waktu penyelesaian secara damai antara dua hingga tiga bulan. Kasus sengketa antara pengembang dan konsumen perumahan sebenarnya hal baru bagi BPSK Padang karena selama ini yang paling banyak terjadi adalah sengketa terkait perusahaan "leasing". Dalam kasus sengketa perumahan ini, setidaknya kerugian yang dialami konsumen perumahan mencapai miliaran rupiah.      
Untuk penindakannya, menurut dia, BPSK belum memiliki undang-undang yang dapat menjerat pengembang nakal tersebut, seperti halnya dengan pelanggaran UU leasing yang telah ada. "Dalam menindak pelaku pengembang kami hanya bergantung pada pasal 62 (1) UU nomor 8 tahun 2009 tentang Perlindungan Konsumen, dengan denda Rp2 miliar bagi pengembang pelanggar peraturan," tegas Alibasar.       
Ia menambahkan, berbeda dengan leasing yang telah memiliki UU khusus yang dapat langsung menjerat setiap pelanggaran yang dilakukan perusahaan berdasarkan hukum pidana, maupun perdata.         
Ketujuh perusahaan pengembang yang dilaporkan masyarakat tersebut saat ini dalam pengawasan BPSK, di mana jika tidak memenuhi perjanjian untuk memenuhi hak konsumen perumahan, tindakan tegas dapat dilakukan, atau dimasukkan ke jalur hukum. Banyaknya developer yang melakukan pelanggaran hak konsumen tersebut, menurut BPSK dikarenakan kurangnya pengawasan oleh Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) terhadap perizianan pendirian bangunan termasuk oleh pengembang.   

Sumber :