Rabu, 23 April 2014

Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian


2.1              Hukum Perikatan
2.1.1        Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas daripada perjanjian.Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang timbul karena dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.        
Definisi hukum perikatan menurut para ahli :
1.      Menurut Pitlo, Hukum perikatan  adalah “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
2.      Menurut Hofmann, Hukum perikatan adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".
3.      Menurut Subekti, Hukum perikatan adalah "Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu".
Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi”.

2.1.2        Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang
3.      Perkatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).
Sumber perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
1)      Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2)      Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3)      Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang .

2.1.3        Azas-azas dalam Hukum Perikatan
1.      Asas kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (Pasal 1338 KUHPdt).Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”    
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a.       Membuat atau tidak membuat perjanjian
b.      Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
c.       Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d.      Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya azas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”.Menurut teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible handakan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi.Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah.Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.

2.      Asas Konsesualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt.Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan).Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat.Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan.Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3.      Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt.Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja.Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan.Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

4.      Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5.      Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan, “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

2.1.4        Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
Ø  Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
Ø  Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
Ø  Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
Ø  Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
·         Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
·         Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor
·         Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.

3.      Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.

2.1.5        Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
1.      Pembayaran
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang,  tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.

2.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi)
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.

3.      Pembaharuan utang (novasi)
Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
·         Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
·          Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
·         Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).

4.      Perjumpaan utang atau kompensasi
kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.

5.      Percampuran utang (konfusio)
Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu.Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
6.      Pembebasan utang.
7.      Musnahnya barang terutang.
8.      Batal/ pembatalan.
9.      Berlakunya suatu syarat batal.
10.  Dan lewatnya waktu (kadaluarsa).

2.1.6        Contoh Kasus Hukum Perikatan
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
Contoh :Adanya jual beli karena suatu perjanjian. Suatu perjanjian dimana penjual memberikan suatu perjanjian kepada pembeli. Misalnya penjual menjual barang kepada pembeli dengan mengajukan syarat pembayaran  2/10,  n/30 , yaitu penjual member bataspembayaran sampai dengan 30 hari. Jika dalam jangka 10 hari sudah membayar maka dikenakan potongan 2%.

2.      Perjanjian kontrak kerja yang harus disepakati oleh ke dua belah pihak
Perikatan yang timbul dari undang-undang, yang dibagi lagi menjadi :
a)      Perikatan yang terjadi karena undang-undang semata
Contoh :
Kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak, yaitu hukum kewarisan.
b)      Perikatan yang terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Contoh :
Apabila suatu pribadi melakukan Wanprestasi, seorang yang berpiutang yang mengehendaki suatu pelaksanakan perjanjian dari seorang berhutang yang tidak memenuhi kewajibannya harus meminta perantara pengadilan. Jika prestasi yang dikehendaki tersebut berupa membayar sejumlah uang ,memang si berpiutang sudah tetolong dengan adanya pengadilan, jadi si berpiutang bisa mendapat suatu putusan dari pengadilan dengan menyita dan melelang harta benda si berhutang tersebut.

3.      Perikatan terjadi bukan karena perjanjian
Contoh : A menitipkan sepedanya  dengan cuma – cuma kepada B, maka terjadilah perikatan antara A dan B yang menimbulkan hak pada A untuk menerima kembali sepeda tersebut dan kewajiban pada B  untuk menyerahkan sepeda tersebut.

Sumber:
http://sugiantomm2.blogspot.com/2013/03/dasar-hukum-perikatan.html

1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site & Overview - Lucky Club Live
    Our Lucky Club Casino website has over 200 games. This means that if you like to play luckyclub.live games, you have the right to have it online. Lucky Club

    BalasHapus