2.1
Hukum
Perikatan
2.1.1
Pengertian
Hukum Perikatan
Hukum
perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas daripada
perjanjian.Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu
hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian.
Hukum perikatan yang timbul karena dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang
timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan “zaakwaarneming”.
Definisi hukum perikatan menurut para ahli :
Definisi hukum perikatan menurut para ahli :
1. Menurut
Pitlo, Hukum perikatan adalah “suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas
dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki
kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
2. Menurut
Hofmann, Hukum perikatan adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas
subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".
3. Menurut
Subekti, Hukum perikatan adalah "Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu".
Sementara
pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah: “Suatu
hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak
kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya
sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak
yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak
yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara
barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi”.
2.1.2
Dasar
Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan
berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :
1. Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan
yang timbul dari undang-undang
3. Perkatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela (zaakwaarneming).
Sumber
perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
1) Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena
undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2) Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3) Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang .
2.1.3
Azas-azas
dalam Hukum Perikatan
1. Asas
kebebasan berkontrak
Asas
ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun
juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (Pasal 1338 KUHPdt).Asas kebebasan berkontrak dapat
dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat
atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan
perjanjian dengan siapa pun
c. Menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d. Menentukan
bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar
belakang lahirnya azas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme
yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam
zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas
Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang
bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.Dalam hukum kontrak, asas
ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”.Menurut teori leisbet fair in
menganggap bahwa the invisible handakan
menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali
tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi
untuk menguasai golongan lemah ekonomi.Pihak yang kuat menentukan kedudukan
pihak yang lemah.Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat
seperti yang diungkap dalam exploitation
de homme par l’homme.
2. Asas
Konsesualisme
Asas
konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt.Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kata kesepakatan antara kedua belah pihak.Asas ini merupakan asas yang
menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas
konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.Didalam hukum
Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan
sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.Perjanjian riil adalah suatu
perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut
secara kontan).Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah
ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta
bawah tangan).Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus
innominat.Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk
yang telah ditetapkan.Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah
berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas
Kepastian Hukum
Asas
kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang.Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak.Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt.Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum
gereja.Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila
ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.Hal
ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan.Namun,
dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai
pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan
tindakan formalitas lainnya.Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan
kata sepakat saja.
4. Asas
Itikad Baik (Good Faith)
Asas
itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas
bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik
dari para pihak.Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik
nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang
pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari
subjek.Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan
serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif.
5. Asas
Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian
merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan membuat
kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt
menegaskan, “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa
untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya
sendiri.
2.1.4
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi
adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Ada
empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
Ø Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
Ø Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
Ø Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat
Ø Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat
wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering
diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
·
Biaya adalah segala
pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah
satu pihak
·
Rugi adalah kerugian
karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh
kelalaian si debitor
·
Bunga adalah kerugian
yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh
kreditor.
2. Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan
tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
3. Peralihan
resiko
Adalah kewajiban untuk
memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu
pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237
KUH Perdata.
2.1.5
Hapusnya
Perikatan
Pasal 1381 secara tegas
menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
1. Pembayaran
Pembayaran dalam arti
sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti
ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran
dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa
dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
2. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi)
Konsignasi terjadi
apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur,
debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika
kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
3. Pembaharuan
utang (novasi)
Novasi adalah sebuah
persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu
perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
·
Apabila seorang yang
berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya,
yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut
novasi objektif.
·
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk
menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari
perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
·
Apabila sebagai akibat
suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan
kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi
subjektif aktif).
4. Perjumpaan
utang atau kompensasi
kompensasi adalah
penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang
sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
5. Percampuran
utang (konfusio)
Konfusio adalah
percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai
kreditur menjadi satu.Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai
waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam
suatu persatuan harta kawin.
6. Pembebasan
utang.
7. Musnahnya
barang terutang.
8. Batal/
pembatalan.
9. Berlakunya
suatu syarat batal.
10. Dan
lewatnya waktu (kadaluarsa).
2.1.6
Contoh
Kasus Hukum Perikatan
1. Perikatan yang
timbul dari persetujuan (perjanjian)
Contoh :Adanya jual beli karena
suatu perjanjian. Suatu perjanjian dimana penjual memberikan suatu perjanjian
kepada pembeli. Misalnya penjual menjual barang kepada pembeli dengan
mengajukan syarat pembayaran 2/10, n/30 , yaitu penjual member bataspembayaran
sampai dengan 30 hari. Jika dalam jangka 10 hari sudah membayar maka dikenakan
potongan 2%.
2.
Perjanjian kontrak kerja yang harus disepakati oleh ke dua
belah pihak
Perikatan yang timbul dari undang-undang, yang dibagi
lagi menjadi :
a) Perikatan yang terjadi karena
undang-undang semata
Contoh :
Kewajiban
orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak, yaitu hukum kewarisan.
b) Perikatan yang terjadi karena
undang-undang akibat perbuatan manusia
Contoh
:
Apabila
suatu pribadi melakukan Wanprestasi, seorang yang berpiutang yang mengehendaki
suatu pelaksanakan perjanjian dari seorang berhutang yang tidak memenuhi
kewajibannya harus meminta perantara pengadilan. Jika prestasi yang dikehendaki
tersebut berupa membayar sejumlah uang ,memang si berpiutang sudah tetolong
dengan adanya pengadilan, jadi si berpiutang bisa mendapat suatu putusan dari
pengadilan dengan menyita dan melelang harta benda si berhutang tersebut.
3. Perikatan
terjadi bukan karena perjanjian
Contoh : A menitipkan sepedanya dengan cuma – cuma kepada B, maka terjadilah
perikatan antara A dan B yang menimbulkan hak pada A untuk menerima kembali
sepeda tersebut dan kewajiban pada B untuk
menyerahkan sepeda tersebut.
Sumber:
http://sugiantomm2.blogspot.com/2013/03/dasar-hukum-perikatan.html